Pengantar

Catatan ini dibuat Siti Maimunah yang mewakili JATAM dan TKPT mengikuti COP 26 di Glasgow. Mai, adalah mahasiswa S3 Universitas Passau Jerman dan juga fellow WEGO-ITN, Marie Sklodowska Curie yang saat ini menjabat Badan Pengurus JATAM dan pendiri TKPT. Ia memaparkan kesaksiannya secara berkala selama mengikuti COP26 dengan kaca mata yang berbeda.

Hari ke-6:


Dari Samarinda ke Glasgow: Protes COP26

Prolog.

Hari ini aksi besar memprotes COP26 di Glasgow: Climate rally. Sedikitnya ada sekitar 120 ribu orang peserta aksi. Aksi kali ini di mulai dari Taman Kelvin Grove yang kemudian menuju jalan-jalan utama di Glasgow.  Sejak jam 9 pagi, orang sudah mulai berdatangan ke Taman, Aksi berakhir di lapangan Glasgow Green sekitar jam 6 sore. Cuaca yang dingin, berangin dan hujan tak menyurutkan peserta aksi. Polisi dari berbagai wilayah dikerahkan untuk mengamankan aksi. Mereka bahkan menghalangi kelompok anarko yang juga melakukan aksi untuk masuk dalam rombongan aksi utama. Kabarnya biaya keamanan yang dibutuhkan untuk rangkaian COP 26 besarnya mencapai £ 250 juta.

Tak hanya di Glasgow aksi dilakukan 5-6 November (lihat foto 1-6), di seluruh Inggris kabarnya ada 300 titik aksi dari yang kecil skala masyarakat seperti di Hill Horse,dan yang terbesar di Glasgow. Di London juga berlangsung aksi serupa (foto No. 7), juga di Indonesia, di Jakarta bahkan dilakukan sehari sebelumnya, hari Jumat: Friday for Future (foto No 8). Pun di Kalimantan Timur, aksi JATAM Kaltim Mengenai Korban Lubang Tambang dan Aksi Kamisan juga memprotes COP26 (Foto No 9 & 10).

Berikut catatan pidato saya di Taman Kelvin Grove  bersama rombongan Climate Justice Now.

 Climate … Justice

Climte … Justice

Climate – Justice

Climte … Justice

Climate – Justice

 Nama saya Siti Maimunah, saya membawa solidaritas dari  TKPT organisasi perempuan dan JATAM, Jaringan Advokasi Tambang yang bekerja dengan dan mendukung masyarakat yang terkena dampak pertambangan di Indonesia.

Terima kasih kepada Global Justice Now dan LMN yang mengundang datang ke Glasgow. Tahun ini tidak banyak wakil masyarakat dan organisasi yang datang baik karena pembatasan COVID-19, syarat-syarat yang rumit, biaya dan juga karena mereka harus berjuang menjaga tanah airnya dari ancaman dan perusakan proyek pembangunan skala besar.

Saat hari pertama Sampai di Inggris, saya mendapat pesan dari kawan seperjuangan di JATAM Kalimantan Timur, sebuah kabar duka, Febi, laki-laki usia 25 tahun, tubuhnya baru ditemukan tewas tenggelam di lubang tambang batubara yang ditelantarkan di desa Makroman Samarinda, ibu kota Kalimantan Timur. Kalimantan Timur adalah bagian pulau Kalimantan yang mengalami eksploitasi hutan dan batubaranya sejak masa kolonial. Ekstraksi batubara di Kalimantan didominasi oleh 8 perusahaan tambang skala besar yang memasok 80% ekstraksi batubara di Indonesia, sebagian besar untuk ekspor.

Namun bagi Pemerintah dan perusahaan batubara dan Bank-bank yang mendanai, Febi hanyalah angka belaka. Padahal tak hanya Febi, tercatat sedikitnya 40 orang meninggal di lubang tambang yang ditelantarkan, sebagian besar adalah anak-anak.

Tapi mereka hanya angka. Seperti juga perlakukan mereka terhadap COP.

COP satu

COP tiga belas

COP dua puluh enam.

COP hanyalah angka.

Setiap tahun COP menjadi ritual bagi para pemimpin dunia dan korporasi. Pembicaraan tentang krisis iklim sebagai krisis kemanusiaan dan ekologi digeser menjadi krisis emisi karbon, molekul kimia!

Para penguasa dunia itu, G-20, bertemu sebelum KTT Iklim, dan setuju untuk tidak setuju kapan akan berhenti mengekstraksi dan membakar energi fosil. Di KTT Iklim mereka berjanji mengurangi emisi ini itu. Lantas pulang membawa investasi ini itu.

Mereka setuju bahwa kita menghadapi perubahan iklim, tapi setuju untuk pura-pura menyelamatkan planet. Mereka setuju dengan “net zero” bukan “the real zero”. Mereka promosikan karbon offset, ekonomi hijau, penyimpanan penangkapan karbon (Carbon Capture Storage), Climate Smart Mining dan semua solusi palsu .

Mereka mengkhianati Kita!

Kita harus tunjukkan bahwa kita tak sekedar angka, kita harus terus bersatu bersuara menghentikan perusakan alam dan melakukan pemulihan besama.

Kita butuh perubahan sistem, bukan iklim yang berubah.

Terima kasih,

Kelvin Grove, Glasgow, UK – 6 November 2021.