Kajian cepat ini menilai bahwa operasi militer yang dilakukan di Papua merupakan upaya ilegal. Pasalnya, pengerahan pasukan militer itu tidak memiliki landasan instruksi yang seharusnya dikeluarkan oleh presiden dan disetujui DPR. Selain itu, sampai saat ini tidak diketahui secara pasti berapa banyak anggota militer yang telah ditempatkan di Papua. Surat balasan Markas Besar TNI kepada KontraS menyatakan bahwa informasi mengenai data penerjunan anggota TNI/POLRI di Papua merupakan informasi yang dikecualikan. Sementara itu, Mabes POLRI menjawab surat KontraS dengan memberi informasi berapa banyak anggota POLRI yang dikerahkan dalam operasi Nemangkawi 8 Februari – 31 Agustus 2021.

Dengan menggunakan kacamata ekonomi-politik, kajian cepat ini mencoba memperlihatkan bagaimana relasi antara konsesi perusahaan dengan militer di Papua. Pada publikasi awal, kajian ini mengambil satu kasus di Kabupaten Intan Jaya. Kabupaten ini merupakan salah satu kabupaten yang terletak di wilayah Pegunungan Tengah Papua. Kabupaten ini mengalami beragam konflik kekerasan militer, mulai dari yang bermotif perburuan KKB, maupun pengamanan konsesi perusahaan tertentu.

Dalam dua tahun terakhir, konflik bersenjata antara TNI/ POLRI dengan TPNPB telah mengakibatkan setidaknya 34 korban meninggal dan luka-luka. Memanasnya konflik ini juga mengakibatkan warga lokal trauma sehingga memilih pergi dan mengungsi ke lokasi yang dianggap lebih aman. Pengerahan aparat keamanan TNI/POLRI di Intan Jaya yang seharusnya membawa kedamaian, justru sebaliknya yakni menimbulkan kekhawatiran dan ketakutan bagi masyarakat Intan Jaya. Kajian ini―dengan mengutip pernyataan Melianus Duwitau, Koordinator Tim Penolakan Penambangan Blok Wabu― menengarai bahwa teror ini sengaja diciptakan sebagai upaya pengusiran agar rencana perusahaan ekstraktif untuk menduduki wilayah itu dapat berjalan mulus.

Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya

Download - PDF