Selain Gubernur Kalimantan Timur, Awang Faroek Ishak, menjadi salah satu Nominator Nirwasita Tantra 2017, Gubernur Sumatera Selatan, Alex Noerdin, juga termasuk salah satu Kepala Daerah yang masuk nominasi untuk penghargaan lingkungan yang sama dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Masuknya nama Gubernur Alex Noerdin menjadi nominator penghargaan tersebut mendapat penolakan dari Masyarakat Sipil Sumatera Selatan. Mereka berharap, Menteri KLHK, Siti Nurbaya, dan Tim Seleksi Nirwasita Tantra 2017 segera meninjau/mengevaluasi kembali, mengingat apa yang dilakukan Gubernur Alex Noerdin terhadap lingkungan hidup dan rakyat belum patut untuk di apresiasi.

Berikut ini adalah surat terbuka dari Masyarakat Sipil Sumatera Selatan kepada Menteri Siti Nurbaya dan Pansel Nirwasita Tantra 2017.

____________________________________________________

Koalisi Masyarakat Sipil Sumsel

Kepada Yth,
Menteri KLHK, Siti Nurbaya dan Panitia Seleksi Nirwasita Tantra 2017

Di
  Tempat

Salam adil dan lestari,

Sebagaimana diketahui bahwa Nirwasita Tantra yang merupakan salah satu penghargaan dibidang lingkungan hidup yang diberikan kepada kepala daerah yang memiliki komitmen terhadap perlindungan lingkungan hidup. Atas dasar ini, Koalisi Masyarakat Sipil Sumatera Selatan mengeluarkan surat terbuka atas masuknya Gubernur Sumatera Selatan, Alex Noerdin, didalam nominasi tersebut, antara lain:

Pertama, Kami sangat keberatan dengan masuknya Gubernur Sumsel didalam nominasi Nirwasita Tantra, dengan alasan:

  • Bahwa Gubernur Sumsel tidak berkomitmen dalam penegakan hukum terhadap perusahaan-perusahaan pelaku pembakar hutan dan lahan. Fakta ini tidak dibuktikan dengan tidak kooporatifnya Gubernur beserta Pemprov ketika Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melakukan aksi penegakan hukum. Dimana Gubernur terkesan tidak memperdulikan. Bahkan Gubernur tidak melakukan aksi apapun (penegakan hukum) kepada perusahaan tanaman industry pulp and paper dan perkebunan sekala besar (sawit) yang terbukti didalam konsesinya terjadi kebakaran hutan dan lahan. 
  • Pemerintah Provinsi mengeluarkan kebijakan yang tidak dikonsultasikan kepada masyarakat dan banyak pihak yakni Peraturan Daerah No 8 tahun 2016 tentang Pengendalian Kebakaran Hutan dan/atau Lahan. Dimana Perda tersebut seolah menyudutkan masyarakat menjadi penyebab kebakaran hutan dan lahan, dan kemudian masyarakat (petani) dilakukan pembakaran hutan dan lahan. Pengaduan masyarakat yang kami himpun sangat keberatan dengan Perda tersebut, karena petani dan masyarakat tidak diajak merumuskan Perda tersebut dan bagaimana solusi untuk mereka. Padahal rusaknya lahan mereka dikarenakan sejak masuknya industry pulp and paper dan perkebunan sekala besar (sawit) yang sering melakukan pembakaran dan pengrusakan hutan dan lahan.
  • Gubernur Sumsel juga sangat lemah kepemimpinanya (fungsi pengawasan) didalam urusan lingkungan hidup dan sumber daya alam. Berdasarkan data WALHI Sumsel, bencana ekologis semakin marak dan muncul wilayah-wilayah baru. Kita tahu bahwa bencana ekologis disebabkan oleh akumulasi kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup.
    • Gubernur Sumsel masih belum menganggap bahwa persoalan perempuan di konflik sumber daya alam menjadi fokus perhatian untuk penyelesaian, dari hasil investigasi  Solidaritas Perempuan Palembang  ditemukan, dalam konflik  antara masyarakat dan perusahaaan PTPN VII Cinta Manis sampai saat ini belum terselesaikan, yang mana konflik ini sangat berdampak pada perempuan seperti  trauma yg dialami oleh ibu dari Angga salah satu korban penembakan oleh Brimob yang terjadi pada tahun 2012. Begitu juga dengan perempuan lainnya yang mengalami trauma mendalam akibat kekerasan aparat yang terjadi di tengah  konflik tersebut. Selain itu, hadirnya PTPN VII juga membawa dampak pengrusakan lingkungan akibat aktivitas perusahaan, antara lain dibendungnya aliran sungai oleh perusahaan yang digunakan untuk jalannya mobil perusahaan, telah mengakibatkan banjir dan hilangnya sumber penghidupan perempuan. Belum lagi dampak pencemaran akibat pembakaran lahan pasca panen perusahaan yang berada dekat dengan pemukiman penduduk, berdampak lebih terhadap perempuan, karena perempuan yang lebih banyak berada di rumah. Terhadap hal ini pun pemerintah tidak pernah melakukan peninjauan kembali terhadap AMDAL PTPN serta tidak pernah ada penegakan hukum terhadap perusahaan.

Kedua, Kami meminta kepada Panitia Nirwasita Tantra untuk mengevaluasi masuknya nama Gubernur Sumsel didalam nominasi tersebut.

Demikian surat terbuka ini kami sampaikan, agar dapat digunakan sebagaiman mestinya. Atas respon dan kesediannya diucapkan terima kasih.

Palembang, 5 Juli 2017

Hormat Kami,

WALHI Sumatera Selatan, Aliansi Masyarakat Adat (AMAN) PW Sumsel, Solidaritas Perempuan (SP) Palembang, Komunitas Masyarakar Pengelola Rawa Gambut (KOMPAG) Sumsel, Lingkar Hijau (LH), Pilar Nusantara (PINUS)