DSC02524Siaran Pers JATAM, 11 September 2011. Kasus tenggelamnya Yusuf Subhan (11) di kolam Water Quality Treatment milik PT. Lanna Harita saat ini telah menjadi perhatian Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK). Bahkan Kementerian LHK melalui Direktorat Jenderal Penegakan Hukum, pada Kamis 10 September 2015, telah memanggil PT. Lanna Harita untuk memberikan penjelasan tentang meninggalnya Yusuf Subhan.

Dalam pertemuan yang dilaksanakan di gedung Kementerian LHK, Jakarta Pusat, juga mengundang Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Kalimantan Timur, BLH Kota Samarinda, Wahana Lingkungan Hidup (WALHI), Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Nasional dan JATAM Kalimantan Timur.

Dalam pertemuan tersebut, PT. Lanaa Harita yang diwakili oleh Setiadi, mengakui bahwa lubang tambang tempat kejadian tenggelamnya Yusuf Subhan adalah milik PT. Lanna Harita. Setiadi menjelaskan bahwa lubang tersebut sudah ditutup sejak 11 Agustus 2011. Pemberhentian aktivitas pertambangan tersebut sudah juga disampaikan ke warga.

Namun Setiadi berdalih bahwa kolam water quality treatment tersebut tidak ditutup karena dapat digunakan sebagai penampungan air bersih oleh warga sekitar. Bahkan menurut pengakuannya, warga telah mengirim surat permohonan yang telah ditandatangani oleh 25 warga yang meminta bantuan akses terhadap air bersih. Permohonan warga inilah yang dijadikan dalih oleh PT. Lanna Harita untuk lepas tangan atas kasus tenggelamnya bocah Yusuf Subhan. Bahkan permohonan warga atas air bersih ini dijadikan alasan oleh PT. Lanna Harita untuk tidak mereklamasi dan menutup lubang bekas galian mereka. Hingga akhirnya lubang yang tidak direklamasi tersebut menelan korban bocah tenggelam.

Namun anehnya, surat permohonan warga yang ditunjukkan oleh Setiadi tersebut bertanggal 6 februari 2009. Padahal rencana dan pengumuman penghentian aktivitas PT. Lanna Harita di wilayah tersebut baru dilakukan pada 11 Agustus 2011. Artinya ada kejanggalan dari dalih-dalih yang disebutkan oleh staff PT. Lanna Harita tersebut. Dona Rahayu, staf Media dan Publikasi JATAM Nasional, dalam pertemuan tersebut menyebutkan bahwa alassan-alasan yang diberikan oleh perusahaan tidak masuk akal. ”Permohonan warga dalam surat tersebut hanya untuk bantuan akses air bersih. Sama sekali tidak meminta ke perusahaan untuk tidak menutup lubang itu,” ujarnya. Ada rentang waktu dua tahun dari surat permohonan warga hingga pengumuman penutupan aktivitas PT. Lanna Harita. Menurutnya, sangat mungkin warga saat itu belum mengetahui rencana penutupan aktivitas PT. Lanna Harita pada 2011. “Sangat keterlaluan jika PT. Lanna Harita membiarkan warga mengkonsumsi air dari bekas kolam water quality treatment yang kualitas baku mutu airnya tidak diketahui layak dikonsumsi atau tidak,” pungkas Dona.

Tindakan-tindakan PT. Lanna Harita di lapangan semakin menegaskan bahwa seharusnya mereka yang bertanggung jawab atas tenggelamnya bocah di lubang galian tersebut. “Kami membuat laporan berdasarkan bukti di lapangan, di mana saat kejadian tewasnya Yusuf tidak ada papan larangan sama sekali. Dan setelah tewasnya yusuf papan larangan kemudian dipasang dan tercantum nama dan berserta logo PT. Lanna harita. Artinya kan memang lubang itu selama ini ditinggalkan begitu saja.” Ujar Merah Johansayah, Dinamisator JATAM Kaltim.

Merah juga menyayangkan pihak perusahaan yang menyalahkan warga atas meninggalnya Yusuf Subhan. “Menutup dan mereklamasi lubang bekas galian adalah kewajiban bagi perusahaan tambang yang sudah menghentikan aktivitas pertambangannya. Mebiarkan lubang bekas tambang menganga begitu saja jelas adalah perbuatan melawan hukum, sesuai dengan pasal 359 KUHP dan PP No. 78/2010 tentang Reklamasi dan Pasca Tambang. PT. Lanna Harita tidak bisa begitu saja lari dari tanggung jawabnya dan kemudian menyalahkan masyarakat,” pungkas Merah.