Pemerintah dan DPRRI sedang menyiapkan revisi UU No 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara. Jika mencermati draft yang ada maka ada 5 alasan untuk menolak revisi tersebut yaitu:

1. Revisi ini sesungguhnya lebih kental nuansa keberpihakan pada pengusaha tambang skala besar (multi/ trans national coorporation) dari pada kepentingan nasional termasuk kepentingan antar generasi. Semangat jual murah, jual cepat dan jual habis mineral dan batubara makin kental dalam usulan revisi pemerintah.

2. Draft revisi ingin menghidupkan kembali rezim kontrak yg sudah “dimatikan” oleh UU Minerba. Kisruh perpanjangan kontrak Freeport (yang sesungguhnya salah kaprah karena rezim kontrak sudah tak dikenal pasca berakhirnya kontrak karya) bisa jadi agenda tersembunyi revisi UU Minerba usulan ESDM.

3. Pembangkangan perusahaan dan pemerintah atas perintah UU Minerba terkait kewajiban perusahaan tambang membangun pabrik pemurnian/peleburan (smelter) lima tahun sejak UU 4/2009 disahkan akan dilegalkan dalam revisi UU Minerba. Jadi Freeport dkk bisa batal investasi smelter, padahal spirit UU Minerba kala dirumuskan terkait kewajiban bangun smelter dalam negeri adalah guna memberi nilai tambah terhadap usaha pertambangan dalam negeri.

4. Pertambangan bawah laut (deep sea mining) yang berpotensi menimbulkan dampak serius bagi kerusakan ekositem laut serta percepatan keruk habis simpanan mineral generasi mendatang mau dilegalkan dalam revisi UU Minerba. Kajian terhadap hal ini tidak detail dan potensial melabrak banyak aturan lain.

5. Revisi UU Minerba semakin menguatkan peluang kriminalisasi masyarakat yang menolak kehadiran tambang karena mengancam keselamatan dan keberlanjutan hidup mereka.

Semoga DPR RI bisa melihat dengan jelas dan jernih usulan revisi ESDM agar bangsa ini terhindar dari kerugian yang sangat besar bila revisi UU Minerba didasarkan pada usulan ESDM.

Chalid Muhammad
Aktivis Jaringan Advokasi Tambang (JATAM)