Siaran Pers Bersama
YLBHI – WALHI – KIARA – JATAM – Change.org – Greenpeace
JAKARTA, 23 September 2014 – Koalisi masyarakat sipil dari sejumlah organisasi lingkungan dan gerakan sosial menilai jargon poros maritim dunia dan tol laut yang sering digaungkan Presiden terpilih, Jokowi Widodo, pada pelaksanaannya akan rentan melenceng dan salah arah jika tidak didahului oleh aksi nyata untuk memulihkan lingkungan serta menjamin hak masyarakat lokal dan nelayan skala kecil atas ruang kelola wilayah pesisir dan laut. Demikian pandangan bersama yang disampaikan oleh sejumlah aktivis mewakili YLBHI, Walhi, Kiara, Jatam, Change.org dan Greenpeace, dalam jumpa pers yang diadakan di Sekretariat YLBHI, di Jakarta (23/09).
“Kita perlu mengambil sikap kritis dan memberikan sejumlah saran aksi terkait dua ide besar, poros maritim dunia dan tol laut, yang menjadi kebijakan pemerintahan mendatang, agar masyarakat lokal tidak kembali menjadi korban dari perilaku pembangunan yang tidak ramah lingkungan dan sosial,” terang Longgena Ginting, Kepala Greenpeace Indonesia. Longgena juga menghimbau agar doktrin poros maritim dunia dan tol laut penting menyemangati Visi Bersama Kelautan Indonesia 2025 yang telah dideklarasikan oleh masyarakat sipil. “Jangan ada lagi penghancuran lingkungan pulau-pulau kecil, seperti kasus tambang bijih besi PT. Mikgro Metal Perdana, di Pulau Bangka, Sulut” imbuhnya lagi.
Ode Rakhman, Pengkampanye Pesisir dan Laut WALHI, menyatakan bahwa ada sejumlah persoalan sosial lingkungan yang harus menjadi perhatian dan prioritas untuk diselesaikan terlebih dahulu. Diantaranya pembatalan reklamasi Teluk Benoa, pembatalan pembangunan PLTU Batang dan audit lingkungan terhadap kegiatan pertambangan yang dilakukan Freeport dan Newmont yang bertahun-tahun ditenggarai mencemari laut Indonesia. “Beberapa saran aksi tersebut sudah kita serahkan ke tim Transisi Jokowi , dan penting ditempuh diawal sebagai tolak ukur bahwa visi maritim Jokowi-JK benar-benar tulus dan berbeda, artinya turut mengoreksi sejumlah kebijakan pembangunan rezim sebelumnya yang secara nyata telah menciderai hak masyarakat pesisir dan kelestarian lingkungan,” tegas Ode.
Marthin Hadiwinata, Divisi Advokasi Hukum dan Kebijakan, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), mengungkapkan bahwa penting bagi pemerintahan mendatang untuk segera merevisi berbagai peraturan perundang-undangan tata kelola pesisir dan laut yang selama ini justeru mengakibatkan pemiskinan masyarakat nelayan dan memberikan celah penguasaan asing terhadap sumber daya ikan, ruang laut dan pulau-pulau kecil di Indonesia. “Konsepsi poros maritim dan kebijakan tol laut jangan malah menjadi jalan bebas hambatan bagi pemodal asing untuk terus menguasai laut kita,” Marthin mengingatkan. “Kita juga harus menolak dan menghentikan modus migrasi kapal-kapal ikan asing beroperasi di laut Indonesia,” tambahnya lagi.
Bagus, Juru Kampanye JATAM, turut mengingatkan, jangan sampai ide tol laut melenceng dari tujuan semula. “Kita setuju dan mendukung bahwa tol laut bertujuan untuk mengurangi disparitas harga serta meningkatkan konektivitas dan kelancaran arus pasokan pangan dan barang pokok antar pulau”, imbuh Bagus. “Hanya saja kita sangat tidak setuju bahwa ide tol laut ternyata digunakan untuk semakin melancarkan eksploitasi dan transportasi hasil pengerukan bahan tambang, terutama yang berada di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil,” lanjut Bagus. “Kita harus memastikan bahwa ide tol laut bukan bagian dan kelanjutan dari praktek buruk MP3EI ,” tegasnya lagi.
Sementara itu, Ridwan Bakar, aktivis Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), mengungkapkan bahwa pendekatan pembangunan rezim-rezim pemerintahan terdahulu sarat pelanggaran HAM dan menimbulkan persoalan sosial dan konflik lahan yang serius. “Kita harus turut mengawasi bahwa ide poros maritim dan tol laut Jokowi-JK benar-benar hadir untuk meningkatkan keteladanan negara dalam menegakkan hukum dan bukan meneruskan perilaku buruk pembangunan di masa lalu, yang menggusur dan mengkriminalisasi warga,” tegas Ridwan.
Adapun Arief Aziz, aktivis Change.org, mengajak masyarakat Indonesia dan semua elemen masyarakat sipil untuk kritis mengawasi dan memberikan masukan agar konsepsi poros maritim dunia dan tol laut sejalan dengan cita-cita perubahan untuk Indonesia yang lebih baik. “Ruang-ruang partisipasi masyarakat dalam mengawasi pembangunan harus terbuka lebar, pemerintah mendatang harus lebih transparan, tidak anti kritik, termasuk membangun sistem keterbukaan informasi publik yang benar-benar menyediakan data-data yang senantiasa dimutakhirkan dan bisa diakses oleh publik,” jelas Arief.
Koalisi organisasi non pemerintah yang memantau kebijakan pembangunan pesisir dan laut ini juga berencana mengajak Jokowi-JK di bulan November 2014 berdialog langsung bersama masyarakat sipil dalam sebuah forum lokakarya nasional untuk mengkritisi dan merumuskan lebih lanjut secara terbuka konsepsi poros maritim dunia dan ide tol laut agar turut dilahirkan peta jalan pemulihan ekosistem pesisir dan laut yang menjadi bagian agenda prioritas pembangunan Indonesia.
Kontak lebih lanjut:
1. Longgena Ginting, Kepala Greenpace Indonesia, HP: +628118776620
2. Ode Rakhman, Pengkampanye Pesisir dan Laut WALHI, HP: +6281356208763
3. Marthin Hadiwinata, Divisi Advokasi Hukum dan Kebijakan, KIARA, HP: +6281286030453
4. Bagus, Juru Kampanye JATAM, HP: +6285781985822
5. Ridwan Bakar, aktivis YLBHI, HP: +6281388544332
6. Arief Aziz, aktivis Change.org, HP: +62811195962