[Minggu, 11 Februari 2018] – Sehari menjelang penetapan calon kepala daerah oleh Komisi Pemilihan Umum, salah satu bakal calon kepala daerah Provinsi NTT yang diusung PDIP dan PKB, yakni Marianus Sae terjaring operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Marianus Sae yang juga masih menjabat sebagai Bupati Ngada ditangkap oleh KPK di Jakarta pada Minggu, 11 Februari 2018.
Penangkapan terhadap Marianus Sae ini menambah daftar panjang kepala daerah yang terjerat kasus korupsi, khususnya di sektor sumber daya alam. Sebut saja Rita Widyasari Bupati Kutai Kartanegara dan Nur Alam Gubernur Sulawesi Tenggara beberapa waktu lalu.
Lebih dari itu, Operasi tangkap Tangan ini juga sebagai peringatan bagi publik untuk lebih cermat lagi memandang politik elektoral, khususnya Pilkada Serentak pada Juni 2018 mendatang. Momen politik elektoral seperti Pilkada, Pileg dan Pilpres selalu berkaitan erat dengan praktik korupsi, khususnya di sektor sumber daya alam. Praktek korupsi yang dilakukan oleh para kepala daerah terjadi karena biaya politik yang sangat besar.
Sekedar diketahui bahwa untuk menjadi Walikota / Bupati setidaknya dibutuhkan biaya mencapai Rp 20 miliar hingga Rp 30 miliar, sedangkan untuk menjadi Gubernur bisa mencapai Rp 20 miliar hingga Rp 100 miliar. Kebutuhan biaya yang demikian besar ini tidak sebanding dengan jumlah kekayaan yang dimiliki para calon kepala daerah. Karena itu untuk menutupi kekurangan biaya tersebut, maka para kandidat giat mencari sponsor melalui praktik ijon politik dan mencari sumber keuangan lainnya melalui praktik korupsi.
Apa yang terjadi dengan Marianus Sae patut diduga sebagai praktik korupsi untuk menutupi kebutuhan biaya Pilkada Serentak 2018 mendatang.
Marianus Sae yang berpasangan dengan Emilia J. Nomleni sebagai wakil dan diusung PDI Perjuangan dan PKB ini, sesungguhnya bukan figur yang bersih.
Dalam konteks pertambangan, Marianus Sae pernah menerbitkan 5 Izin Usaha Pertambangan (IUP) pada 2010, tahun di mana ia terpilih dan dilantik menjadi Bupati Ngada periode 2010 – 2015. Salah satu perusahaan yang diberikan izin adalah PT Laki Tangguh Indonesia, milik Setya Novanto dengan luas konsesi mencapai 28.921 hektar.
Marianus pun pernah dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri pada 20 September 2013 atas dugaan manipulasi izin tambang PT Laki Tangguh, di mana Izin Usaha Pertambangan terbit sebelum adanya permohonan tertulis dari pihak PT Laki Tangguh. Salin itu indikasi pelanggaran lainnya adalah permohonan IUP yang tidak logis, kesalahan lokasi pertambangan, serta absennya kajian AMDAL dalam pertambangan tersebut.
Selain pertambangan, Marianus juga tercatat menerbitkan Surat Izin Lokasi kepada Perusahaan Perkebunan Kemiri Reutealis Trisperma , PT Bumiampo Investama Sejahtera, anak perusahaan PT Bahtera Hijau Lestari Indonesia (BHLI) seluas 30.000 hektar pada 2011.
Akibatnya, lahan masyarakat di Kecamatan Wolomeze dan sekitarnya diambilalih, hutan produksi masyarakat ditebang seenaknya. Ada terindikasi, lahan – lahan milik masyarakat diambil secara sepihak tanpa melalui prosedur legal formal yang benar.
Narahubung:
Pengkampanye JATAM:
Melky Nahar – 081319789181
Ki Bagus Hadi Kusuma – 085781985822
JPIC OFM Indonesia
P. Alsis Goa, OFM – 081338447130