[Jakarta, 20 Desember 2017] – Setelah melayangkan surat terbuka kepada Presiden dan surat protes kepada Menteri ESDM, Ignasius Jonan pada 28 November 2017, akhirnya Dirjen Minerba ESDM, Bambang Gatot Ariyono bertemu dengan Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Nasional di Kantor Direktorat Minerba ESDM, Jl Soepomo, Jakarta pada Jum’at, 15 Desember lalu.
Surat terbuka dan protes tersebut terkait bahaya penggunaan merkuri dalam pertambangan emas yang mengancam sekitar 400.000 jiwa penduduk Kota Palu dan sejumlah dugaan pelanggaran yang dilakukan PT Citra Palu Mineral (CPM), sebuah perusahaaan tambang emas yang bernaung di bawah payung Bakrie Group di Poboya, Sulawesi Tengah.
Ancaman penggunaan bahan beracun seperti merkuri dan pelanggaran yang dilakukan pihak perusahaan, bukannya menjadi pertimbangan untuk tidak meningkatkan status izin tambang PT CPM, malah pemerintah yang diwakili oleh Kementerian ESDM menerbitkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 422.K/30/DJB/2017 tentang Persetujuan Peningkatan Tahap Operasi Produksi Kontrak Karya PT CPM, yang ditandatangani oleh Dirjen Minerba, Bambang Gatot Ariyono pada 14 November 2017.
Pada pertemuan yang dilakukan pada 14 Desember itu, Dirjen Minerba Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono, berjanji akan menindaklanjuti keberatan dan masukan dari aktivis yang tergabung dalam JATAM dan WALHI.
“Saya akan memanggil CPM dan akan berkoordinasi dengan Gubernur Sulteng mengenai dugaan ini. Tidak menutup kemungkinan saya juga akan menghentikan Tambang yang tumpang tindih di kawasan Konservasi Tahura Poboya, tapi untuk menghentikan peningkatan status operasi produksi PT CPM, saya tidak bisa langsung menstopnya” ujar Bambang Gatot Ariyono saat itu.
Terbitnya Kepmen Persetujuan Peningkatan Tahap Operasi Produksi Kontrak Karya PT CPM ini, secara tidak langsung mengabaikan laporan masyarakat sipil dan pemerhati lingkungan hidup yang telah dan sedang melaporkan beberapa dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh PT CPM di Poboya, Palu, Sulawesi Tengah.
Temuan lapangan yang sudah dilaporakan terkait dugaan keterlibatan PT CPM yang mengambil keuntungan dan terlibat dalam praktik penambangan ilegal yang dilakukan oleh PT Dinamika Reka Geoteknik (DRG). PT DRG ini bersama empat perusahaan lain melakukan penambangan dan pengambilan material untuk digunakan dalam kolam-kolam perendaman di Poboya.
“PT CPM melalui PT DRG merupakan rekanan perusahaan yang terlibat dalam mendukung dan aktif dalam pertambangan ilegal di Poboya. Temuan kami setiap hari setidaknya 210 truk sejak April 2014 mengangkut bahan tambang dan material ini, kasus ini sudah kami laporkan ke Dirjen Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 22 September 2017,” ujar Muhammad Taufik, Pengkampanye JATAM Sulawesi Tengah.
Bahkan, indikasi Kerugian Negara yang muncul atas pembiaran kasus ini mencapai Rp 4,8 Triliun akibat praktik pertambangan ilegal yang dilakukan sejak tahun 2014. “Kerugian Negara akan terus membesar jika pertambangan terus dilakukan,” katanya.
Dugaan Keterlibatan PT CPM dan Kontraktornya, PT DRG, juga terkait dengan kejahatan lebih luas tentang penggunaan merkuri dan sianida.
“Penggunaan Merkuri sesuai dengan amanat UU No. 11 Tahun 2017, sudah dilarang. Karena itu dugaan “aliran” keterlibatan dan keterkaitan PT CPM dan PT DRG dengan Pertambangan ilegal yang menggunakan Merkuri dan Sianida semakin menunjukkan dosa perusahaan di bawah payung Bakrie Group ini tidak hanya masalah mendukung praktik penambangan ilegal namun juga mendukung penggunaan bahan beracun berbahaya, yakni merkuri dan sianida secara ilegal dan melanggar hukum,” ujar Aries Bira, Direktur WALHI Sulteng.
Terkait ancaman merkuri dan sianida ini, Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) telah mengirimkan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo mengenai aktifitas perusahaan tambang emas yang menggunakan bahan beracun seperti merkuri dan sianida.
“Konsesi kontrak karya PT CPM ini berada dikawasan hulu dari sungai-sungai utama di Palu. Sungai-sungai ini menjadi sumber air baku bagi PDAM dan mengalir langsung ke Teluk Palu,” papar Merah Johansyah, Koordinator JATAM Nasional.
“Jika aktifitas perusahaan tambang ini terus dibiarkan, apalagi menggunakan merkuri dan sianida, maka, lebih dari 400 ribu warga Kota Palu dalam radius 7 kilometer dari kawasan ini akan terpapar langsung dampak penggunaan merkuri dan sianida,” ungap Merah.
Merah berharap, Presiden harus segera membatalkan kontrak karya PT CPM dan menghentikan seluruh perizinan tambang apapun skalanya di kawasan penting secara ekologis ini.
Sementara itu, Zenzi Suhadi, Kepala Departemen Kajian WALHI Nasional menyebutkan, berdasarkan hasil overlay peta wilayah Kontrak karya PT. CPM seluas 85.180 hektar terhadap kawasan hutan (peta lampiran Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan NO. 757/Kpts-II/1999 tanggal 23 September 1999, peta lampiran Keputusan Menteri Kehutanan No. SK635/Menhut-II/2013 tertanggal 24 September 2013, peta lampiran Keputusan Menteri Kehutanan NO. SK.708/Menhut-II/2014 tertanggal 22 Agustus 2014 dan peta lampiran Keputusan Menteri Kehutanan No. SK.869/Menhut-II/2014 tanggal 29 September 2014), diketahui bahwa lokasi tersebut dengan luas 27.132,89 Hektar berada dalam kawasan hutan masing masing berada pada fungsi: Konservasi TAHURA seluas 4.907,11 Ha, Hutan Lindung seluas 11.075,26 Ha, HPT seluas 5.504,62 Ha, Area Peruntukan Lain (APL) seluas 5.645,89 Ha.
“Kami menyayangkan jika Kepmen ESDM ini diteruskan, tidak dikaji ulang secara bersama dengan para pihak yang berkepentingan terutama masyarakat berdampak di Poboya,”keluh Zenzi.
Menurut Zenzi, Kepmen ESDM ini akan menjadi preseden buruk bagi citra pemerintahan saat ini dan komitmennya kepada lingkungan hidup dan global untuk meninggalkan merkuri, apalagi sudah meratifikasi Konvensi Minamata. Langkah ini akan menjadi kontra produktif dengan komitmen Indonesia itu sendiri.
“Kami minta agar peningkatan oeprasi produksi kontrak karya PT CPM dibatalkan, segera stop terutama di Tahura yang merupakan kawasan konservasi,” desak Zenzi.
Zenzi menyarankan pemerintah untuk segera bentuk tim penyelidikan bersama Gakkum KLHK dan Dirjen Minerba ESDM, sembari mengeluarkan surat penghentian kegiatan PT CPM dan menarik serta membatalkan pemberian izin peningkatan tahap penambangan tersebut.
Narahubung:
Muhammad Taufik |
JATAM Sulawesi Tengah |
0823 9467 1965 |
Aries Bira | WALHI Sulteng | 0821 9195 2025 |
Merah Johansyah | JATAM Nasional | 0813 4788 2228 |
Zenzi Suhadi | WALHI Nasional | 0812 8985 0005 |
Bambang Gatot Ariyono | Dirjen Minerba ESDM | 0812 9144 692 |