Komisi Pemberantasan Korupsi dan Badan Pengawas Pemilu akan mendalami penerbitan izin tambang yang marak diterbitkan menjelang pelaksanaan pemilihan kepala daerah. Penerbitan izin tambang itu diduga mengandung unsur penyalahgunaan dan dimanfaatkan sebagai salah satu cara mendapatkan biaya politik. Kedua lembaga tersebut siap menindak tegas pasangan calon yang terindikasi menggunakan dana hasil korupsi.
Berdasarkan data Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), terdapat 170 izin usaha pertambangan (IUP) dikeluarkan pemerintah daerah sepanjang Januari 2017 hingga Februari 2018. Izin tambang itu dikeluarkan oleh Jawa Tengah (120 IUP), Jawa Barat (34 IUP), Sulawesi Tenggara (4 IUP), Nusa Tenggara Timur (3 IUP), Lampung (3 IUP), Sumatera Selatan (3 IUP), Riau (1 IUP), Kalimantan Barat (1 IUP), dan Papua (1 IUP).
Koordinator JATAM Merah Johansyah mengatakan, pengeluaran IUP di sepanjang tahun politik diduga untuk mengakomodasi kepentingan pragmatis politisi dan pelaku bisnis. Mereka menggunakan sistem ijon guna mendapatkan dana tambahan untuk pembiayaan pilkada.
“Kami sudah sampaikan data itu ke KPK untuk diselidiki, apakah izin-izin tersebut sesuai prosedur? Adakah indikasi korupsi perizinan? Karena semua IUP mendadak keluar di tahun politik ini. Jangan sampai IUP ini menjadi bancakan, menjadi sumber pendanaan,” ujar Merah dalam diskusi publik bertema “Korupsi Sumber Daya Alam di Tahun Politik” di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (31/5/2018).
Secara keseluruhan, JATAM mencatat, hingga Januari 2018 setidaknya terdapat 8.710 IUP di seluruh Indonesia. Sebanyak 3.078 IUP diantaranya habis masa berlaku sejak November 2017. Adapun sebanyak 1.628 IUP tersebar di 171 wilayah yang menggelar pilkada tahun ini.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua KPK Laode N Syarif mengemukakan, pemerintah daerah perlu tegas terhadap perusahaan tambang dengan IUP yang telah habis masa berlakunya. Hal itu penting agar pemda tak terkena masalah hukum.
“Hampir 40 persen, izin tambang itu tidak sesuai dengan yang seharusnya, tidak clear and clean, karena sudah selesai masanya. Kita minta itu segera dicabut saja izinnya agar tidak akan ada masalah hukum yang dihadapi,” kata Laode.
KPK juga terus mendalami dugaan penyalahgunaan IUP. Berdasarkan data KPK per Mei 2017, dari total 6.260 IUP, sebanyak 3.442 IUP belum menempatkan jaminan reklamasi. Selain itu, jumlah piutang total penerimaan negara bukan pajak, perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara, dan IUP pun mencapai Rp 80,9 miliar.
“Para calon kepala daerah biasanya mempunyai ikatan emosional yang kuat, bahkan mempunyai konsesi tambang, sehingga perlu kami waspadai dan masyarakat waspadai,” ujar Laode.
Sementara itu, anggota Bawaslu, M Afifuddin, mengatakan, pihaknya masih mendalami sumber pendanaan kampanye pasangan calon. “Jangan sampai sumbangan itu berasal dari uang-uang bermasalah. Kalau ada dana kampanye yang bermasalah, tentu akan langsung kami proses,” ujar Afifuddin.
Sumber: Kompas