Indonesia memiliki 13.466 pulau kecil yang telah memiliki nama dari total 17.504 pulau. Ribuan pulau kecil ini, dihuni oleh masyarakat yang kehidupan sehari-harinya tergantung pada ekosistem laut. Dari total 17.504 pulau di Indonesia, hanya 30% berpenghuni dan sisanya sekitar 11.703 pulau tidak berpenghuni. Dari sekian banyak pulau-pulau kecil tersebut, 13.466 pulau kecil yang telah didepositkan ke Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada tahun 2012 lalu. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, pulau kecil merupakan pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km2 beserta kesatuan ekosistemnya.
Pulau-pulau kecil memiliki berbagai sumber daya yang mampu menunjang kebutuhan pangan nasional. Keberadaan penduduk mampu berperan sebagai pelaku penting dalam mengakses sumber daya alam (misalnya sebagai distributor pangan) yang berada di sekitar pulau-pulau kecil. Dengan berbagai pemanfaatan seperti ikan-ikan karang, aspek pariwisata menjadi komponen-komponen yang memiliki potensi finansial bagi daerah. Namun, keselamatan masyarakat serta lingkungan di pulau-pulau kecil terancam akibat kehadiran pertambangan di beberapa pulau kecil di Indonesia.
Melalui laporan ini, JATAM merekam, mendokumentasikan, dan menunjukkan kepada publik tentang status keselamatan pulau-pulau kecil yang terus tergerus pertambangan mineral dan batu bara. Dari 55 pulau kecil yang kini dikavling oleh pertambangan mineral dan batu bara, JATAM menghadirkan status dan kondisi tiga pulau kecil dengan beberapa pertimbangan.
Pertama, Pulau Gebe dipilih karena sudah sejak 1979 dikavling oleh PT Aneka Tambang (Antam), sebuah perusahaan berstatus Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pulau Gebe berada di Provinsi Maluku Utara (Malut), salah satu dari lima besar provinsi yang memiliki pulau terbanyak di Indonesia dengan jumlah 805 pulau. PT Antam berada di pulau ini hingga 2004, dan diiringi dengan berbagai perubahan dengan datangnya perusahaan ini. Eksploitasi pulau ini tidak berhenti di PT Antam, setelahnya terbit 12 IUP eksplorasi dan produksi nikel di Pulau Gebe; sebagian mengkavling bekas konsesi PT Antam.
Kedua, Pulau Bangka hadir dalam tulisan ini sebagai contoh yurisprudensi mengenai perjuangan warga menjaga pulau-pulau kecil dari pertambangan. Pulau yang berada di ubun-ubun Sulawesi Utara (Sulut), ini dihadirkan untuk memantik dan memperkuat solidaritas warga pulau kecil lainnya dalam melawan dari daya rusak pertambangan.
Pulau Bangka dikavling oleh perusahaan bijih besi berstatus Penanaman Modal Asing (PMA) dari Tiongkok bernama PT Mikgro Metal Perdana (MMP) sejak 2010. Perusahaan ini mendapatkan IUP eksplorasi yang diberikan oleh Bupati Minahasa Utara saat itu dan terus ditolak oleh warga. Pada Maret 2017, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencabut izin PT MMP. Akan tetapi, hingga laporan ini ditulis, PT MMP tetap gigih melobi instansi-instansi pemerintahan agar bisa melanjutkan eksploitasi mereka.
Ketiga, Pulau Bunyu berada di provinsi termuda di Indonesia, Kalimantan Utara (Kaltara). Pulau ini adalah representasi dari pulau kecil yang ditambang oleh minyak dan gas bumi serta batu bara. Ketiganya tumpang tindih dan menguasai sebagian besar Pulau Bunyu hingga ke kawasan perairannya. Eksploitasi pertambangan batu bara Pulau Bunyu digunakan untuk kepentingan ekspor, salah satunya terbesar ke India. Pulau Bunyu sudah dieksploitasi sebelum kemerdekaan Indonesia, mulai dari perusahaan Belanda Bataaafsche Petroleum Maatchappij (BPM) hingga Pertamina mengambil alih. Pertamina beroperasi di daratan dan perairan Pulau Bunyu. Pertambangan batu bara datang kemudian di penghujung 1990-an; konsesi dan daya rusaknya kian meluas.
Komoditas terbanyak yang ditambang di pulau-pulau kecil ini adalah komoditas nikel. Dari temuan JATAM, sebanyak 55 pulau kecil Indonesia yang dikuasai pertambangan didominasi dengan komoditas nikel yakni 29 pulau kecil atau setengah dari seluruh pulau kecil yang tengah dikeruk korporasi pertambangan.
