Screen-Shot-2015-04-09-at-9.18.35-PM“Kemandirian” dan “Solidaritas” menjadi dua kata yang maknanya makin hilang, bersama ketergantungan yang tinggi terhadap pasar dan individualisme, yang menjadi pertanda menguatnya cengkaram kapitalisme terhadap bangsa ini.

Produksi dan Konsumsi kita porak poranda. Pada berbagai tempat kita menghadapi krisis air dan pangan bersamaan dengan alih fungsi lahan-lahan pangan dan rusaknya sumber air, akibat pilihan ekonomi ekstraksi dan berskala besar. Pilihan ini menggusur lahan-lahan petani, keragaman hayati – termasuk benih-benih warisan para leluhur. Konsumsi kita juga diserahkan sepenuhnya pada Mekanisme Pasar, yang ujungnya untuk mendapat keuntungan sebesar-besarnya. Mereka menyediakan pangan dalam jumlah besar hasil menumbuhkan benih-benih rekayasa genetik, bahkan mengkonsumsi begitu banyak produk kimia. Hibridisasi benih menghasilkan benih unggul yang justru membuat petani makin tinggi terhadap benih, pupuk kimia dan pestisida.

Salah satu pintu hancurnya pangan lokal adalah langka dan hilangnya benih-benih warisan (heirloom). Saat ini, untuk menanam kita harus membeli benih pabrikan hibrid, yang hanya bisa satu kali tanam. Benih lokal makin terpingirkan, jikapun ada sudah hasil rekayasa genetik, yang memusnahkan indukan aslinya.

Celakanya, kita lebih rajin mengkonsumi buah-buah impor, belanja di supermarket, menjauhi pasar tradisional. Kita makin jauh dari tanah, dari petani dan produk-produk lokal warisan. Jika kita tak segera bertindak, kehancuran pangan lokal sebuah keniscayaan.

APA SIH TERMINAL BENIH?

Di sebagian tempat benih lokal warisan sudah punah sama sekali, namun dilain tempat masih ada sedikit dan terus dipertahankan. Kita bisa memulainya dengan mengumpulkan dan menanam benih-benih itu. Memperbanyak penyebaran benih-benih lokal, membuatnya bertahan dari gempuran benih pabrikan yang dipantenkan. Makin banyak komunitas yang menanam dan memuliakan benih-benih lokal dengan sendirinya benih warisan itu akan terjaga. Inilah yang menjadi alasan lahirnya TERMINAL BENIH,

TERMINAL BENIH (TM) merupakan inisiatif Jatam dan Pesantren Ath-Thariq Garut untuk mengkampanyekan pertukaran benih dan tanaman lokal secara lebih masif dan terjangkau. TM bercita-cita menjaga benih warisan yang masih ada dan menyebarluaskan, bersama dengan upaya menemukan gagasan-gagasan baru bagi ekonomi yang mandiri, berkelanjutan dan bermartabat. Tak hanya menjadi “terminal” benih lokal warisan, tapi juga “terminal” pertukaran gagasan dan pengetahuan serta kerjasaman komunitas yang mendukung penyelamatan benih dan kemandirian pangan.

Dengan 10 ribu anda bisa mulai berkebun dan menjaga lingkungan. Anda dapat pilih bibit warisan sudah termasuk media tanam dan polybag.

poster terminal benih 1

KENAPA RABU DAUN, HARI MENANAM?

Masyarakat tradisional di sejumlah tempat di Indonesia mengenal hari baik dan hari buruk untuk melakukan kegiatan tertentu. Misalnya, hari baik untuk bepergian, menikah, menanam, melaut atau berlayar, dan lain-lain. Pengetahuan tradisional ini lahir berdasarkan pengamatan sehari-hari terhadap keadaan alam yang dikaitkan dengan kejadian-kejadian dalam kehidupan dan diwariskan turun-temurun dari generasi ke generasi.

Beberapa referensi juga menyebutkan tentang cara perhitungan hari berdasarkan pengamatan terhadap benda-benda langit (ilmu falak atau astronomi). Masyarakat Arab kuno menggunakan pengetahuan ini sebagaimana masyarakat di nusantara, seperti weton dan wedal. Terutama dalam memperhitungkan sifat, watak, dan nasib seseorang berdasarkan hari kelahirannya terkait pengaruh bintang atau planet pada hari tertentu. Pun di Tatar Sunda, tepatnya di pelosok Selatan Sukabumi, pengetahuan tentang hari dikenal dengan “Wedal”. Wedal mirip dengan pengetahuan weton di masyarakat Jawa. Dalam pengetahuan Wedal hari dan sifatnya sebagai berikut :
Hari Minggu : Langit/awan,
Hari Senin     : Bunga,
Hari Selasa    : Api,
Hari Rabu      : Daun,
Hari Kamis    : Angin,
Hari Jumat    : Air,
Hari Sabtu     : Bumi/tanah

Pengetahuan wedal kadang dijadikan rujukan atas bakat seseorang. Misalnya, seseorang yang lahir pada hari Selasa atau hari daun biasanya berbakat baik dalam bercocok tanam, dan seseorang yang lahir hari Sabtu sangat cocok untuk memelihara ternak.

Di luar itu, kita bisa memaknai “Wedal” sebagai “kalender berkebun”. Misalnya, hanya menanam pada hari Rabu saat hari daun, dan memanfaatkan 6 hari lainnya untuk kegiatan penunjang dalam pertanian. Misal, membuat kompos, membersihkan dan menyiapkan lahan tanam, menyiangi rumput, dan lainnya. Pendek kata, pengetahuan tentang wedal masyarakat Sunda dapat menjadi alat bantu dalam manajemen berkebun.

Mari Menanam di hari Rabu.

KEGIATAN & KERJASAMA
Mimpinya, setiap rumah tangga mampu mengoptimalisasi kekayaan pangan lokal di pekarangan, di halaman terbatas, teras rumah di perkotaan mampu menyediakan sebagian pangan keluarga.

Kegiatan yang ada di terminal benih :

1. Pertukaran benih atau bibit dari berbagai daerah

2. Kebun Bersama dan Percontohan bertanam di Lahan Terbatas (Urban Farming)

3. Komunitas Benih warisan yang bekerja mengumpulkan, menjaga dan melestarikan benih-benih pusaka atau warisan setempat

4. Diskusi Asyik, Diskusi tematik seputar Pangan Lokal dan Teknis-teknis Pertanian di Lahan terbatas, seperti Kompos Cacing,

5. Pameran dan Penjualan produk Organik dan Tanaman Lokal

6. Pertukaran Pengetahuan secara Virtual tentang tanaman lokal dan khasiatnya.

 

Alamat :
Terminal#Benih
Jl.Mampang Prapatan IV No.30B Jakarta Selatan 12790
Rt/Rw. 008/002