Medan, 8 Desember 2020 – PT. Dairi Prima Mineral saat ini sedang mengajukan Addendum (amandemen) ANDAL untuk dapat melakukan perubahan kegiatannya yang beroperasi di Kab. Dairi, Sumatera Utara. Pengajuan Addendum Andal dilakukan karena akan melakukan beberapa perubahan kegiatan.

Andal atau Analisis Mengenai Dampak Lingkungan adalah salah satu bagian dari dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) yang merupakan persyaratan pemberian Surat Keputusan Kelayakan Lingkungan (SKKLH) dan Izin Lingkungan. Berdasarkan ketentuan UU 32/2009 dan PP 27/2012, tanpa adanya AMDAL, SKKLH, dan Izin Lingkungan, suatu kegiatan yang berdampak penting bagi lingkungan seperti penambangan tidak dapat dilaksanakan dan tidak akan mendapatkan Izin Usaha.

Dalam Addendum tersebut, PT. DPM mengusulkan untuk melakukan 3 (tiga) perubahan izin lingkungan, yaitu perubahan lokasi gudang bahan peledak; mengubah lokasi Tailing Storage Facility (TSF); dan penambahan lokasi mulut tambang (Portal). Dari jumlah tersebut, perubahan fasilitas penyimpanan bahan peledak dan perubahan fasilitas penyimpanan tailing adalah yang paling memprihatinkan.

  1. Gudang Pengalihan Bahan Peledak

DPM meminta izin untuk lokasi baru. Akan tetapi, DPM sudah membangun fasilitas penyimpanan bahan peledak di lokasi baru, dan lokasi tersebut tidak termasuk dalam kawasan Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), dan hanya berjarak sekitar 50 meter dari rumah terdekat di Dusun Sipat desa Longkotan.

Dalam dokumen Addendum ANDAL RKL-RPL Tipe A PT. DPM akan membangun gudang bahan peledak sejauh 293 meter sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara No. 309.K/30/DJB/2018 yang menyebutkan jarak aman yang diijinkan untuk kapasitas gudang bahan peledak PT. Dairi Prima Mineral adalah 293 meter dari bangunan  yang  didiami  manusia,  rumah  sakit  dan  bangunan  lain/kantor,  244  meter terhadap tangki bahan bakar, bengkel dan jalan utama serta 87 meter terhadap rel kereta api dan jalan umum kecil.

Juniaty Aritonang, Koordinator Studi dan Advokasi BAKUMSU, mengatakan “DPM telah melakukan kejahatan lingkungan yang serius”. “DPM sudah membangun fasilitas penyimpanan bahan peledak di lokasi baru, diluar kawasan Ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), dan hanya berjarak sekitar 50 meter dari rumah terdekat di dusun Sipat desa Longkotan”.

Kekhawatiran akan letak gudang bahan peledak juga disampaikan oleh Mangatur Pardamean Lumbantoruan, warga Kabupaten Dairi. “Kami sangat khawatir dengan letak gudang bahan peledak yang dekat dengan pemukiman dan tanpa pelibatan masyarakat. Harusnya ada informasi yang transparan dan lengkap serta diberitahukan sebelum kegiatan dilaksanakan. Kami juga sangat khawatir jika suatu saat bahan peledak yang disimpan digudang meledak, kami yang disekitar akan terkena dampak dari semua itu”, pungkas Mangatur.

Debora Gultom, Koordinator Advokasi YDPK, mengatakan “Perusahaan pertambangan China Non-Ferrous Metals Mining Group, yang dikenal sebagai NFC, mengoperasikan tambang di Zambia. Pada tahun 2005 sebuah ledakan di fasilitas penyimpanan bahan peledak menewaskan 51 orang.”

  1. Perubahan lokasi Tailing Storage Facility (TSF).

TSF merupakan sarana pengolahan limbah untuk dapat menyalurkan batuan sisa halus berupa slurry (tailing). Melalui addendum tersebut PT DPM berencana memindahkan TSF, dari lokasi semula di kawasan hutan lindung 500 meter dari lokasi pabrik pengolahan yang kemudian dipindahkan ke Bondar Begu, Dusun Sopokomil yang berjarak 2 km dari lokasi semula dengan status luas lahan untuk penggunaan lain dan penggunaan lahan pertanian kering dan semak belukar.

Bahan yang akan dipompa ke fasilitas tailing yang diusulkan adalah sulfida yang bercampur dengan air dan oksigen untuk menghasilkan asam. Jika kondisi asam dibiarkan tetap ada, logam berat dapat larut ke dalam air di fasilitas tailing – sehingga ada kerusakan pada lapisan bendungan atau dinding bendungan runtuh dan bahan beracun dilepaskan. Hal ini membuat stabilitas fasilitas bendungan tailing menjadi penting, harus tahan terhadap banjir dan harus tahan terhadap gempa yang mungkin terjadi.

Dua ahli internasional telah meninjau dokumen Addendum ANDAL DPM dan mengatakan bahwa rancangan fasilitas bendungan tailing yang diusulkan jauh di bawah standar internasional dan standar yang disyaratkan oleh hukum Indonesia. Dr. Steve Emerman, seorang ahli hidrologi dan lingkungan untuk tambang telah mengkaji Addendum ANDAL DPM. Dalam kajiannya dikatakan fasilitas bendungan tailing belum dirancang untuk kemungkinan banjir atau curah hujan terbesar. Dia juga menemukan bahwa, jika tambang itu berada di China, itu akan illegal karena melanggar undang- undang. Bendungan tailing tidak dapat dibangun begitu dekat dengan pemukiman.

Muhammad Jamil, JATAM Nasional berkata “mengapa tambang yang ilegal di China diizinkan untuk dibangun, oleh perusahaan China, di Indonesia?” “Kami meminta pemerintah Indonesia untuk tidak memberikan izin terhadap tambang DPM serta menolak untuk menyetujui Adendum ANDAL,” tambahnya.

Berkenaan dengan gempa bumi dan fasilitas penyimpanan tailing, pakar internasional, Dr. Richard Meehan, mengatakan bahwa merupakan praktik normal bahwa perusahaan pertambangan akan meninjau rencana mereka dan disertifikasi oleh perusahaan teknik sipil internasional yang memiliki reputasi baik. Kemudian data tersebut harus tersedia untuk umum, sehingga orang lain dapat meninjau dan memeriksa keamanan fasilitas bendungan tailing yang diusulkan.

Juniaty Aritonang, Koordinator Studi dan Advokasi BAKUMSU, mengatakan “kami sudah menyurati KLHK untuk meminta data geologi terkait pengajuan Addendum ANDAL PT DPM ini. Tetapi sampai hari ini kami masih belum menerima informasi apapun terkait hal ini. Mengapa data ini tidak tersedia? Apa yang mereka coba sembunyikan? Mungkin karena datanya tidak ada”.

Dr. Richard Meehan mengatakan “lokasi bendungan tailing yang diusulkan sebelumnya telah ditinjau oleh perusahaan teknik Amerika, Golder Associates”. Addendum ANDAL, bagaimanapun, mengusulkan situs baru yang tampaknya belum ditinjau oleh Golder Associates. Tampaknya Golder belum menyetujui atau mendukung situs tailing yang diusulkan dalam Adendum ANDAL. Tampaknya juga bahwa DPM mencoba menggunakan laporan Golder sebelumnya untuk secara curang mendukung situs fasilitas penyimpanan tailing baru yang mereka usulkan ”.

Meehan menambahkan bahwa “data minimal yang tersedia juga menunjukkan bahwa fasilitas bendungan tailing yang diusulkan akan berlokasi di endapan abu vulkanik yang tidak stabil. Itu sangat berbahaya. Kegagalan fasilitas tailing secara virtual dapat dipastikan – terutama karena fasilitas yang diusulkan terletak di salah satu zona risiko gempa bumi tertinggi di dunia. ”

Dia menjelaskan, “lapisan fasilitas akan pecah, dan bahan beracun bocor ke air tanah, atau bendungan itu sendiri akan runtuh, mengakibatkan banjir racun. Salah satu skenarionya adalah Dusun Sopokomil akan hanyut oleh gelombang lumpur beracun. Itu bisa terjadi tanpa peringatan ”.

Juniaty Aritonang, Koordinator Studi dan Advokasi BAKUMSU, menilai dokumen Addendum ini juga tidak memiliki Analisis Risiko Lingkungan dan Analisis Risiko Bencana. Dokumen tersebut tidak menjelaskan secara rinci poin-poin penting dalam Addendum Andal RKL-RPL Tipe A. Permenlhk Nomor 23 Tahun 2018 tentang uraian rencana usaha dan / atau kegiatan menyatakan harus menjabarkan secara rinci rencana usaha dan / atau kegiatan yang disiapkan sesuai dengan pedoman undang- undang. Namun jika dilihat dari dokumen Addendum Andal tentang TSF tidak dijelaskan secara detail. Tampaknya dokumennya tidak disiapkan dengan matang”.

Hal senada disampaikan oleh Muhammad Jamil, JATAM Nasional mengatakan “Kami menemukan adanya kejanggalan dalam proses penyusunan AMDAL. Pada 8 Juli 2020, Komisi Penilai AMDAL Pusat mengundang pertemuan LSM dan Perwakilan Masyarakat untuk secara virtual memberikan saran, pendapat dan tanggapan dalam penilaian Adendum AMDAL Komisi Penilai AMDAL Pusat hanya memberikan waktu satu minggu kepada masyarakat untuk mengkaji dan memberikan masukan serta komentar.  Menurut kami, hal ini tidak terlalu memberikan ruang partisipasi dan keterlibatan yang luas bagi masyarakat. Pembahasan Adendum AMDAL saat pandemi (Covid-19) merupakan itikad buruk dari pemerintah karena tidak memperhatikan kesulitan yang dialami masyarakat.Proses penyusunan AMDAL baru ditengarai mengalami kendala seperti tidak transparansinya, tidak mengikuti prosedur dan dipaksa dalam situasi pandemi, ”pungkasnya.

Sebagai salah satu warga dikawasan pertambangan, Herni Simanjuntak menyadari bahwa masyarakat sangat mengkhawatirkan potensi daya rusak pertambangan di masa mendatang, terutama di lahan pertanian masyarakat. Apalagi masyarakat Dairi mayoritas berprofesi sebagai petani yang hidupnya bergantung pada sumber daya alam seperti air, tanah, sungai dan hutan. Kami khawatir dengan berkurangnya ketersediaan air untuk pertanian, pencemaran tanah akibat drainase asam tambang. Sebagai warga negara, kita harus dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan Adendum Andal, karena keterlibatan tersebut merupakan hak masyarakat yang dijamin oleh peraturan perundang-undangan.

Kegiatan penambangan yang akan dilakukan oleh PT. DPM di Sopokomil akan menjadi penyumbang kerusakan ekologis terbesar di sekitar wilayah pertambangan dan hilir pertambangan. Pencemaran sumber air minum masyarakat dan juga sumber air tanaman yang salah satu sumber airnya dekat dengan lokasi penambangan, seperti dalam laporan penelitian penyediaan air di sekitar tambang dan daerah hilir yang dilakukan oleh AMAN Tano Batak, YDPK dan bersama warga. sekitar. Laporan tersebut, terkait dengan kekhawatiran tentang stabilitas fasilitas tailing, menunjukkan bahwa tambang tersebut berpotensi berdampak pada lebih dari 10 desa. Adendum ANDAL hanya memperhitungkan dampak pada 5 desa.

“Itu konyol. DPM menghindari pembahasan risiko tinggi yang terkait dengan fasilitas penyimpanan tailing mereka dan mereka hanya mempertimbangkan 5 desa yang mungkin terkena dampak. Itu tidak jujur dan berbahaya ” ungkap Debora Gultom.

“Addendum ANDAL harus ditolak, bukan hanya karena satu alasan, tetapi karena berbagai alasan,” kata Juniaty. “PT DPM harus dikenakan sanksi yang sepadan dengan perbuatannya membangun fasilitas penyimpanan bahan peledak tanpa persetujuan, membangunnya di dekat pemukiman dan membuat Adendum ANDAL yang jelas-jelas cacat.”

Sebagai warga Gerson Tampubolon merasa khawatir akan keberadaan tailing (TSF), pasalnya tailing dibangun diatas fondasi yang rapuh dan berada di wilayah gempa. Ini sangat mengkhawatirkan masyarakat jika DAM ini jebol. Sudah tentu akan sangat berdampak pada desa-desa dan pertanian, sungai, keanekaragaman hayati dlsb.

Sesungguhnya kehadiran PT. DPM bukanlah menjadi cita-cita dari masyarakat di sekitar Parongil, dengan melihat potensi dampak yang akan terjadi jika DPM beroperasi yang dimana hal itu sangat merugikan dan menyengsarakan masyarakat. Tambang tidak pernah membawa kesejahteraan bagi masyarakat namun membawa kesejahteraan bagi korporasi.

 

Narahubung :

BAKUMSU: Juniaty Aritonang (0813 6202 9086)

YDPK: Debora Elfrida Gultom (0852 6135 6020)

JATAM: Muhammad Jamil (0821 5647 0477)