Tepat 30 hari setelah revisi UU KPK disahkan oleh DPR dengan persetujuan pemerintah, hari ini undang-undang yang menuai banyak kritik dari berbagai pihak itu mulai berlaku.

Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menilai UU KPK hasil revisi dapat meningkatkan potensi korupsi di sektor pertambangan dalam lima tahun ke depan.

Koordinator Jatam, Merah Johansyah mengatakan menurut data yang dihimpun sejak 2014 hingga 2018 terdapat sedikitnya 23 kasus dugaan korupsi di sektor pertambangan. Dari 23 kasus tersebut kerugian negara diperkirakan mencapai Rp210 triliun.

Beberapa di antaranya menjerat proyek pertambangan di kawasan konservasi Tahura Bukit Soeharto, Kalimantan Timur. Kemudian di kawasan konservasi Tahura Poboya, Sulawesi Tengah. Lalu, divestasi saham newmont di Nusa Tenggara Barat. Dan penyalahgunaan kawasan hutan oleh operasi pertambangan PT Freeport Indonesia di Papua.

Melihat potensi menjamurnya korupsi pertambangan ini, Jatam menilai hal ini kian mendesak Presiden Joko Widodo untuk mengeluarkan Perppu KPK. Di samping karena desakan dari sejumlah pihak yang mengkritik UU KPK hasil revisi akan melemahkan kinerja lembaga anti rasuah itu.

“Langkah Presiden Jokowi untuk mengeluarkan [Perppu KPK] masih dinanti rakyat Indonesia. Perppu [KPK] merupakan pembuktian politik apakah Jokowi berpihak kepada rakyat atau oligarki politik,” kata Merah dalam keterangan pers yang diterima CNNIndonesia.com pada Kamis (17/10).

Direktur Indonesia Center for Environmental Law Henri Subagyo menyoroti sejumlah Rancangan Undang-Undang (RUU) yang dinilai masih kontraproduktif terhadap perlindungan lingkungan hidup. Di antaranya seperti RUU Perkelapasawitan, RUU Pertahanan dan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum dan Pidana (RKUHP).

Melihat gencarnya rencana Jokowi melancarkan lajur investasi pada pemerintahannya di periode kedua, Henri menilai investasi justru dapat menciptakan krisis berkelanjutan jika tidak mempertimbangkan aspek lingkungan.

“Percuma investasi namun tidak memperhatikan aspek sosial lingkungan yang pasti akan mengakibatkan krisis ekologis dan memicu bencana alam,” ujar Henri.

Sumber: CNN Indonesia